Wilispost.com – Setiap kejadian dalam hidup adalah bagian dari takdir yang telah Allah tetapkan untuk hamba-Nya. Tidak ada yang terjadi di dunia ini tanpa izin-Nya. Beberapa hari terakhir, peristiwa yang melibatkan penceramah terkenal, Gus Miftah, dan seorang penjual es, mengingatkan kita tentang kebesaran Allah SWT dalam mengatur kehidupan hamba-Nya.
Peristiwa ini menghebohkan jagat maya Indonesia. Cuplikan video singkat tersebut telah dibagikan ribuan, bahkan jutaan kali, dan menuai banyak tanggapan dari warganet. Namun, di balik pro dan kontra terhadap sosok Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, terdapat banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari kejadian malam itu.
Bayangkan, jika tidak ada teriakan “borong” di awal pengajian, atau jika lidah sang penceramah tidak terpeleset, mungkin kejadian ini tidak akan menjadi pembelajaran besar yang menggetarkan hati banyak orang. Namun, Allah memiliki rencana-Nya sendiri. Penjual es yang penuh kesabaran dan tabah dalam menghadapi kehidupan kini diangkat derajatnya dengan cara yang tak pernah disangka banyak orang. Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya melalui takdir yang awalnya terasa menyakitkan, namun mengandung hikmah yang luar biasa.
Baca Juga:
Pelajaran penting bagi kita semua, terutama sebagai bagian dari masyarakat yang sering tergesa-gesa dalam menilai. Negara kita dikenal memiliki “netizen paling tidak sopan di Asia Tenggara” menurut laporan Digital Civility Index (DCI) tahun 2020. Kita sering kali terlalu mudah menyampaikan opini tanpa pertimbangan matang, bahkan menjatuhkan komentar pedas yang menyakiti pihak lain. Lalu, apakah hujatan dan komentar pedas yang kita lontarkan mendekatkan kita kepada kebaikan?
Tentu ada sisi baiknya. Jika video ini tidak dipublikasikan oleh para netizen, mungkin penjual es itu masih biasa-biasa saja. Namun, setelah videonya viral, apa yang didapatkan oleh beliau?
Kejadian ini mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati. Sosok seperti Gus Miftah saja bisa terpeleset dengan candaan yang menyakiti banyak hati masyarakat Indonesia. Apalagi kita yang minim pengetahuan. Itulah sifat manusia, yang tak pernah luput dari salah.
Namun, kita perlu ingat bahwa dosa antar sesama akan Allah ampuni jika sudah saling memaafkan. Kesalahan atau dosa sesama manusia akan terhapus jika mereka saling memaafkan. Inilah otoritas Allah yang diberikan kepada manusia. Allah tidak akan memaafkan jika kesalahan antar manusia tidak dapat saling dimaafkan. Allah Ta’ala berfirman:
“Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada, tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (QS. An-Nur:22).
Allah tentu mudah membalikan hati Gus Miftah untuk meminta maaf langsung kepada penjual es itu. Beliau juga pasti mudah menemui orang yang disakitinya, tetapi bagaimana dengan kita yang dengan mudahnya menghujat di media sosial? Apakah kita memiliki keberanian dan kesempatan yang sama untuk meminta maaf atas kesalahan kita?
Kisah ini adalah pelajaran tentang ketabahan, keikhlasan, dan kemanusiaan. Penjual es menjadi simbol ketabahan yang luar biasa dalam menjalani kehidupan. Gus Miftah, meskipun seorang penceramah terkenal, menunjukkan sisi manusiawi bahwa tidak ada yang luput dari kesalahan, seperti manusia pada umumnya. Dan kita, sebagai netizen, mendapatkan kesempatan untuk belajar menjadi lebih santun, lebih sabar, dan lebih bijak dalam bersikap di manapun itu.
Hidup adalah proses belajar. Allah SWT menghadirkan berbagai peristiwa agar kita terus memperbaiki diri. Kejadian ini bukan hanya tentang siapa yang salah atau benar, tetapi tentang bagaimana kita sebagai manusia mengambil hikmah dalam kejadian tersebut.
Kisah ini juga menyadarkan kita akan keberadaan mereka yang sering terpinggirkan. Penjual es mewakili kita yang setiap hari berjuang keras untuk bertahan hidup, sering kali tanpa mendapatkan perhatian dari masyarakat. Ketika takdir Allah mengangkat derajatnya melalui kejadian ini, kita diajak untuk merenung: sudahkah kita cukup peduli terhadap mereka yang ada di sekitar kita?
Kaum bawah bukan hanya membutuhkan belas kasih, tetapi juga penghormatan. Negara kita memiliki landasan yang salah satunya berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab.” Itu artinya, memanusiakan manusia adalah tugas kita semua.
Dalam konteks hukum negara, setiap individu berhak dihormati dan dilindungi martabatnya. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28G Ayat 1 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri dan kehormatan. Hukum melarang tindakan yang mencemarkan nama baik, menghina, atau menjatuhkan seseorang tanpa alasan yang sah.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 Ayat 3 juga menyebutkan bahwa penyebaran penghinaan atau pencemaran nama baik di dunia digital dapat dikenakan sanksi hukum. Oleh karena itu, sebagai netizen, penting bagi kita untuk menahan diri sebelum menulis atau menyebarkan sesuatu yang berpotensi melanggar hukum.
Mari jadikan ini momentum untuk memperbaiki sikap dan lebih bijak dalam bertindak. Menahan jari dan lidah sebelum berbicara atau menulis adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih sehat dan tentram. Percayalah, setiap takdir yang Allah tentukan bagi hamba-Nya memiliki hikmah yang indah jika kita mau mencarinya.
Kebesaran Allah SWT jauh melampaui apa yang bisa kita bayangkan. Jadikanlah setiap peristiwa dalam hidup ini sebagai pelajaran untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada-Nya, dan semakin menghargai perjuangan mereka yang berada di lapisan bawah masyarakat. Sebab, setiap orang memiliki peran penting dalam skenario indah yang telah Allah tetapkan untuk setiap hamba-Nya.