Jakarta – Kejagung melakukan penyitaan uang senilai Rp11.880.351.802.619 terkait kasus korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022.
Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Harli Siregar, narasumber dalam kasus ini, penyitaan ini dilakukan pada tingkat penuntutan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi.
“Kami melakukan penyitaan ini untuk memastikan bahwa uang yang dikembalikan oleh para terdakwa korporasi dapat digunakan untuk membayar kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi,” ujarnya.
Baca Juga:
Harli Siregar menambahkan bahwa proses penyitaan ini merupakan hasil kerja sama yang baik antara Kejaksaan Agung dan lembaga terkait lainnya.
“Kami sangat menghargai kerja sama yang baik antara lembaga penegak hukum dan regulator dalam menangani kasus ini. Kami percaya bahwa dengan kerja sama yang solid, kita dapat memberantas korupsi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum,” kata Harli (17/6).
Kasus ini melibatkan 5 terdakwa korporasi, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kerugian negara yang timbul dari perbuatan korupsi tersebut sebesar Rp11.880.351.802.619. Kelima terdakwa korporasi telah mengembalikan uang sejumlah kerugian negara pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025,”jelasnya.
Selanjutnya, Tim Penuntut Umum melakukan penyitaan berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang yang disita akan menjadi bagian dari pemeriksaan kasasi dan diharapkan dapat digunakan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi dari para terdakwa korporasi.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan mengembalikan kerugian negara.