Lebak – Fenomena bencana alam, seperti banjir, longsor, dan pergerakan tanah, yang semakin sering terjadi di berbagai daerah, termasuk wilayah Banten, tidak hanya mencerminkan kekuatan alam yang tak terduga, tetapi juga dampak dari kerusakan lingkungan yang semakin parah. Banyak bencana alam ini yang sesungguhnya dapat diprediksi dan dicegah jika ada perhatian yang lebih besar terhadap faktor penyebabnya, terutama kerusakan alam akibat ulah manusia.
Sebagai contoh, penebangan hutan secara ilegal dan perusakan lahan di kawasan hulu mengakibatkan kerusakan ekosistem yang parah. Wilayah hulu, yang seharusnya menjadi penyangga alam dan sumber air, kini mengalami degradasi yang mengakibatkan tanah menjadi mudah terkikis.
Hal ini memicu terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir bandang yang tak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa masyarakat yang tinggal di daerah rendah. Fenomena ini, menurut Ketua Aktivis Lingkungan Hidup Koalisi Kawali Banten, D. Mulyadi, menunjukkan bahwa ada kerusakan serius di wilayah hulu yang harus segera ditangani.
Baca Juga:
“Ini dimungkinkan ada kerusakan di wilayah hulu, sehingga daerah yang puluhan tahun tidak pernah terjadi banjir kini sering terjadi banjir,” ujar Mulyadi pada Jumat (14/12/24). Saat meninjau beberapa lokasi di Banten Selatan, termasuk pasca-banjir bandang yang terjadi di Kampung Desa Parakan Besi, Kecamatan Bojong Manik, Kabupaten Lebak. Pernyataan Mulyadi menggarisbawahi bahwa kerusakan di kawasan hulu merupakan faktor utama yang memperburuk risiko bencana alam yang kini kerap terjadi.
Selain itu, Mulyadi menekankan bahwa Pemerintah Provinsi Banten seharusnya tidak hanya bersikap reaktif dalam menangani bencana setelah terjadi, seperti tim pemadam kebakaran. Lebih penting lagi adalah langkah preventif, seperti pencegahan dan pemetaan wilayah yang lebih akurat untuk mengidentifikasi daerah rawan bencana.
“Jangan sampai telah terjadi dan masyarakat jadi korban, baru sibuk dalam penanganannya. Padahal, lebih penting adanya pencegahan dan pemetaan wilayah yang akurat untuk meminimalisir korban dari masyarakat yang dianggap rawan bencana,” kata Mulyadi.
Menurutnya, tindakan pencegahan yang lebih proaktif dapat mengurangi jumlah korban dan kerusakan yang terjadi. Pemprov Banten harus memperhatikan keseimbangan alam dan melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian alam, khususnya di kawasan hulu yang selama ini sering dieksploitasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Sebagai langkah konkret, Mulyadi mengusulkan program penanaman pohon secara konsisten dan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk menjaga alam. “Kami yakin mampu untuk mengembalikan kerusakan di wilayah hulu dengan program penanaman pohon secara konsen dan sosialisasikan pada masyarakat sekitar wilayah hutan tentang pentingnya menjaga alam wilayah hulu,” tambahnya.
Fenomena bencana alam ini juga menunjukkan ketimpangan sosial, di mana masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sering kali tidak memiliki akses untuk melindungi diri dari bencana. Sementara itu, para pelaku eksploitasi alam, baik pengusaha maupun pemilik modal, seringkali merusak hutan demi kepentingan ekonomi.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan alam dan perlindungan terhadap masyarakat yang terdampak bencana harus menjadi prioritas bersama.
Dengan perhatian yang lebih besar terhadap pengelolaan lingkungan dan pencegahan bencana, diharapkan wilayah seperti Banten tidak lagi menjadi langganan bencana setiap tahunnya.
Seperti yang dikatakan Mulyadi, “Kami yakin ada yang tidak beres di wilayah hulu sehingga daerah Banten kini menjadi langganan bencana banjir dan longsor dalam setiap tahun di musim penghujan.”
Maka dari itu, solusi jangka panjang dengan pendekatan berbasis lingkungan dan kolaborasi yang solid harus segera diterapkan untuk melindungi alam dan masyarakat dari bencana yang semakin sering terjadi. (red)