Wilispost.com – Ketika seorang murid memenangkan perlombaan, seringkali piala asli diberikan kepada pihak sekolah, sementara murid hanya menerima piala duplikat. Hal ini mungkin tampak wajar bagi sebagian orang, namun apakah ini adil? Bukankah muridlah yang berjuang keras untuk meraih kemenangan tersebut?
Sering kali, ini dianggap sebagai cara untuk meningkatkan reputasi sekolah agar lebih menarik perhatian calon pendaftar, dengan citra sekolah yang selalu meraih piala dalam setiap perlombaan. Namun, bagi murid, hal ini bisa terasa seperti kurang menghargai perjuangan mereka. Piala adalah simbol prestasi, dan ketika murid hanya menerima duplikatnya, pesan yang tersampaikan adalah seolah-olah usaha mereka tidak sepenuhnya dihargai oleh pihak sekolah.
Untuk menciptakan penghargaan yang lebih adil, mungkin sudah saatnya sistem ini diubah. Piala asli dapat diberikan kepada murid sebagai pengakuan atas kerja keras mereka di lapangan, sementara sekolah bisa menerima sertifikat atau duplikat yang dapat dipajang. Ini tidak akan mengurangi reputasi sekolah, bahkan justru dapat meningkatkan citra sekolah tersebut.
Pada akhirnya, kemenangan adalah hasil dari kolaborasi, tetapi apresiasi utama harus diberikan kepada mereka yang berjuang keras di garis depan. Jadi, piala itu milik siapa? Mari kita pikirkan kembali hal ini agar tidak ada lagi kasus piala yang jatuh dari lantai dua oleh murid-murid.
Subscribe to Updates
Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.