
SERANG // Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Aksi Rakyat (Koar) Banten menggelar aksi unjuk rasa dengan cara unik, yakni makan bersama (mabar) di tengah jalan, tepat di depan Kantor Pusat Bank Banten, Senin (8/9/2025). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap manajemen Bank Banten yang dinilai belum mampu menyelesaikan berbagai persoalan mendasar sejak pendiriannya.
Koordinator aksi, Rahmat Gunawan, menyampaikan bahwa aksi tersebut merupakan respon atas kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Komisaris, Direktur Utama, dan jajaran Direksi Bank Banten. Menurutnya, laporan yang disampaikan kepada Gubernur dan DPRD Banten selama ini cenderung bersifat “asal bapak senang” (ABS) dan tidak mencerminkan kondisi riil lembaga keuangan milik Pemprov Banten tersebut.
“Permasalahan Bank Banten tidak pernah benar-benar diselesaikan. Sejak awal, proses pembentukan bank ini kami nilai seperti ‘married by accident’, karena akuisisi Bank Pundi oleh PT BGD dilakukan lebih dulu pada 2016, lalu baru disahkan oleh Pemprov Banten pada 2023,” ujarnya.
Rahmat juga menyinggung soal skema Kerja Sama Usaha Bank (KUB) dengan Bank Jatim yang belakangan membuat Bank Jatim menjadi pemegang saham pengendali Bank Banten. Ia menyebut kerja sama tersebut sebagai “pernikahan siri” yang dibungkus alasan bisnis, padahal secara substansi dianggap sebagai upaya menyelamatkan Bank Banten dari ancaman penurunan status menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) akibat belum memenuhi modal inti Rp 3 triliun sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tuntut Transparansi Keuangan
Koar Banten juga mempertanyakan klaim laba yang disampaikan manajemen Bank Banten untuk tahun 2023 dan 2024. Menurut mereka, angka laba tersebut tidak berasal dari peningkatan usaha melainkan hasil dari pemangkasan biaya operasional, sehingga berpotensi menyesatkan publik.
Selain itu, massa aksi menuntut kejelasan penyelesaian kredit macet senilai Rp247 miliar yang tercatat pada tahun 2022, serta kasus pembobolan brankas oleh karyawan. “Apakah uang negara itu sudah kembali? Sampai hari ini publik belum mendapatkan jawaban,” kata Rahmat.
Koordinator aksi lainnya, Feri, menambahkan bahwa persoalan Bank Banten bukan hanya terbatas pada manajemen, tetapi juga terkait dampak sosial dan lingkungan bagi warga sekitar kantor pusat. Ia menilai, masyarakat sekitar tidak dilibatkan dalam pembangunan, bahkan tidak diberikan kesempatan kerja.
“Warga sekitar tidak satu pun yang dipekerjakan di kantor pusat ini. Padahal mereka terdampak langsung oleh proyek pembangunan, mulai dari banjir akibat penyempitan saluran, persoalan sampah, hingga akses jalan ke tempat ibadah yang ditutup,” kata Feri.
Ia juga menyoroti isu dugaan belum dibayarnya subkontraktor proyek pembangunan kantor pusat dan adanya indikasi markup anggaran.
Lima Tuntutan Koar Banten
Dalam aksinya, Koar Banten menyampaikan lima tuntutan utama, yakni:
Mencopot Komisaris, Direktur Utama, dan jajaran Direksi Bank Banten karena dinilai tidak kompeten.
Meminta aparat penegak hukum memeriksa kondisi keuangan Bank Banten secara menyeluruh dan transparan.
Menuntut transparansi pengembalian keuangan negara dari kredit macet, kredit fiktif, dan pembobolan brankas.
Mempertanyakan status Pemprov Banten dan Bank Banten dalam struktur kepemilikan pasca KUB dengan Bank Jatim.
Meminta pemberian kompensasi dan kesempatan kerja bagi warga yang terdampak langsung oleh keberadaan kantor pusat Bank Banten.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen Bank Banten belum memberikan keterangan resmi terkait aksi dan tuntutan tersebut.